Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan

Jembatan Pasupati

| 0 komentar



Jembatan Pasupati adalah jembatan yang mempunyai panjang 2,8 kilometer dan lebar 30 hingga 60 meter, jembatan tersebut merupakan terpanjang di kota bandung. Disebut jambatan Pasupati karena jembatan tersebut menghubungkan jalan Pasteur (Dr. Junjunan) dengan jalan Surapati. Adapun daerah yang dilewati oleh jembatan pasupati adalah jl. Sukajadi, jl. Cipaganti, jl. Cihampelas, sungai Cikapundung, jl.Taman sari, dan jl. Ir.H. Juanda ( Dago ).
Jembatan Pasupati dibangun menggunakan dana hibah dari pemerintah Kuwait, dengan kontraktor Pt Wijaya Karya (Indonesia), PT Waskita Karya (Indonesia), dan Combined Group Co (Kuwait).
Konstruksi Jembatan Pasupati mengadopsi model cable-stayed, yaitu model jembatan yang mengandalkan kawat-kawat baja yang digantungkan dari satu atau beberapa tiang utama. Konstruksi ini, selain memberikan nilai estetika, dianggap menjadi solusi kompromi untuk meminimalkan pembebasan lahan di pemukiman padat di bawah jembatan.
Posisi jembatan yang berada di daerah tinggi dan terbentang melalui beberapa daerah atau jalan sehingga mempunyai keindahan tersendiri yang membuat kita bisa melihat Kota Bandung dengan range yang sangat luas dari atas jembatan ini. Jambatan ini sering digunakan masyarakat Kota Bandung khususnya anak muda Bandung untuk tempat nongkrong sembari melihat keindahan Kota Bandung pada malam dari atas jembatan ini dikarenakan selain keindahan lampu yang menghiasi jembatan kita juga dapat melihat kilauan lampu – lampu yang berada dipemukiman penduduk. Selain itu pada musim hujan banyak pengendara motor yang tidak memakai jas hujan, memarkirkan kendaraannya dibawah jembatan pasupati ini untuk berteduh agar terhindar dari hujan.


Read More......

Gedung Sate

| 0 komentar

Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan objek wisata Indonesia pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda objek wisata di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat dan juga bisa dijadikan referensi tempat wisata Indonesia.

Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, Gedung Sate Bandung merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan China yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).

Dalam sejarah Gedung Sate, selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf dan Perpustakaan.

Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik Petrus, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara berciri wisata Indonesia.

Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah salah satu tempat wisata Bandung yang memiliki bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan tempat wisata Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate.

dikutip dari http://berwisata.com


Read More......

Paris Pan Java

| 0 komentar


Era Padjajaran
Ditahun 1488, daerah yang dinamakan Bandung sekarang adalah ibukota kerajaan Pajajaran. Tetapi dari temuan arkeologi, kita tahu bahwa kota Bandung merupakan tempat tinggal dari Australopithecus, Manusia Jawa. Manusia ini tinggal di disekitar Cikapundung sebelah utara Bandung dan di pesisir Danau raksasa Bandung. Artefak bebatuan masih dapat ditemukan di daerah Dago atas dan Museum Geologi telah memperlihatkan dan menyusun fosil-fosil yang ada beserta artefaknya.

Suku Sunda adalah masyarakat agamis yang bercocok tanam di daerah subur Bandung. Mereka mengembangkan tradisi dakwah yang hidup dan termasuk didalamnya yang masih dipraktikkan pertunjukan wayang golek dan pertunjukkan kesenian lain. "Ada sebuah kota yang disebut Bandung, terdiri dari 25 sampai 30 rumah," ditulis oleh Juliaen de Silva di tahun 1614.

Era Kolonialisme Belanda
Prestasi para petualang Eropa untuk mencoba peruntungan mereka di daerah subur dan makmur Bandung, akhirnya tercapai di tahun 1786 ketika sebuah jalan dibangun untuk menghubungkan Jakarta, Bogor, Cianjur dan Bandung. Jalur ini dikembangkan ketika di tahun 1809 Louis Napoleon, Raja Belanda, memerintahkan Gubernur Jenderal H.W. Daendels, untuk meningkatkan pertahanan di Jawa melawan Inggris. Visinya adalah sebuah rantaian unit pertahanan militer dan sebuah jalan pasokan antara Batavia dan Cirebon. Tetapi daerah pantai berawa, dan akan lebih mudah untuk membangun jalan lebih ke selatan, melintasi dataran tinggi Priangan.

The Groote Postweg (Jalan Pos Besar) dibangun 11 mil ke utara dari ibukota Bandung. Dengan kecekatannya, Daendels memerintahkan agar ibukota dipindahkan dekat jalan. Bupati Wiranatakusumah II memilih letak di sebelah selatan jalan di Western Bank Cikapundung, dekat sumur suci, Sumur Bandung, yang diyakini dilindungi oleh Dewi Nyi Kentring Manik. Dilokasi ini beliau membangun dalem (istananya) dan alun-alun (pusat kota). Berdasarkan pengaturan tradisional, Mesjid Agung ditempatkan di sebelah barat, dan pasar rakyat di sebelah timur. Kediaman dan Pendopo (tempat berkumpul) berada di selatan menghadap ke gunung mistik Tangkuban Parahu. Disanalah kota Bunga lahir.

Sekira pertengahan abad ke-19, Kina Amerika Selatan, teh Assam, dan kopi diperkenalkan ke dataran tinggi Priangan. Diakhir abad, Priangan terdaftar sebagai daerah perkebunan tersubur di propinsi ini. Di tahun 1880 rel kerata api yang menghubungkan Jakarta dan Bandung telah rampung pengerjaannya, dan menjanjikan 2 1/2 jam perjalanan dari ibukota Jakarta ke Bandung.

Dengan perubahan gaya hidup di Bandung, hotel, cafe, toko berkembang pesat untuk melayani para pekebun yang turun dari perkebunannya atau yang naik dari ibukota ke daerah sejuk Bandung. Perkumpulan Concordia dibentuk dan dengan ballroomnya yang besar merupakan magnet yang menarik orang untuk melakukan aktifitas akhir pekan di kota Bandung. Hotel Preanger dan Savoy Homann merupakan pilihan utama hotel. Braga menjadi dipenuhi dengan toko-toko Eropa eksklusif.

Denga adanya jalur kereta api, industri kecil menjamur. Dahulu bahan mentah perkebunan dikirim langsung ke Jakarta untuk dikirimkan ke Eropa, sekarang proses pengolahan langsung dapat dilakukan secara efisien di Bandung. Bangsa Cina yang tidak pernah tinggal di Bandung berdatangan untuk membantu menjalankan fasilitas dan menjual mesin dan memberikan pelayanan ke industri baru. Kota Cina di Bandung pertama kali tercatat pada masa ini.

Ditahun pertama abad sekarang, Pax Neerlandica diproklamasikan, yang menghasilkan penyerahan pemerintah dari militer ke sipil. Dengan adanya kebijakan desentralisasi untuk meringankan beban administrasi pusat menjadikan Bandung sebagai kotamadya di tahun 1906.

Kejadian ini memberikan dampak yang besar bagi kota. Balai kota dibangun di ujung utara Braga untuk mengakomodir pemerintahan baru, terpisah dari sistem aslinya. Hal ini kemudian diikuti pembangunan dengan skala yang lebih besar ketika markas besar militer dipindahkan dari Batavia ke Bandung sekira tahun 1920. Lokasi yang terpilih adalah sebelah timur Balai Kota dan terdiri atas kediaman untuk Komando Kepala, Kantor, Barak dan perumahan dinas militer.

Pada awal 20-an, kebutuhan akan tenaga terlatih profesional mendorong berdirinya sekolah tinggi teknik yang didukung oleh warga kota Bandung. Disaat yang bersamaan rencana pemindahan ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung telah matang, kota diperluas ke daerah utara. Daerah ibukota ditempatkan di sebelah timur laut, sebuah daerah yang merupakan pesawahan, dan sebuah jalan besar direncanakan sejauh 2.5 km menghadap gunung Tangkuban Parahu dengan Gedung Sate di ujung selatan dan munumen kolosal diseberangnya. Dikedua sisi gedung bulevard besar tersebut dibangun rumah kantor raksasa pemerintah kolonial.

Sepanjang bank timur sungai Cikapundung dengan pemandangan alami terdapat kampus Technische Hoogeschool, asrama dan rumah dinas staff. Gedung lama kampus dan tamannya merefleksikan kejeniusan arsitek Henri Maclain Pont. Bagian barat daya digunakan untuk rumah sakit kotapraja dan Institut Pasteur, didekat pabrik kina dulu. Pembangunan ini secara hati-hati direncanakan untuk detail arsitektur dan pemeliharaannya. Pada tahun pendek tersebut sebelum Perang Dunia II merupakan jaman keemasan Bandung dan masa itu dikenang sekarang sebagai Bandung Tempoe Doeloe.

Era Setelah Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, Bandung menjadi ibukota Propinsi Jawa Barat. Bandung merupakan tempat terselenggaranya Konferensi Bandung pada tanggal 18-24 April 1955 dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan diantara negara-negara Asia Afrika, dan untuk menangkal perlakuan kolonialisme atau kolonialisme baru dari Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara penjajah baru.


dikutip dari www.bandungtourism.com

Read More......

Situ Patenggang

| 0 komentar

situ patenggang adalah salah satu obyek wisata yang dimiliki oleh bandung letaknya tak jauh dari kota bandung, tepatnya dikecamatan rancabali yaitu sekitar 47 km diselatan kota bandung.situ patengang merupakan suatu legenda yang romantis dizaman dahulu kala yang dikisahkan bahwa nama Situ Patengan berawal dari istilah sunda yaitu Pateangan - teangan yang berarti saling mencari. Masyarakat sekitar bermitos bahwa dahulu kala hiduplah seorang putra prabu bernama Ki Santang dan Putri titisan dewi bernama Dewi Rengganis yang saling mencintai. karena cinta yang mendalam, Keduanya dilanda kesedihan erkepanjangan, sampai-sampai air mata mereka berdua menggenang dan membentuk sebuah situ atau danau. Setelah sekian lama mereka saling mencari dan akhirnya bertemu di sebuah tempat yang sampai sekarang dinamakan Batu Cinta. Dewi Rengganis kemudian minta dibuatkan danau dan sebuah perahu untuk berlayar bersama. Perahu tersebut kini menjadi sebuah pulau yang berbentuk hati dan disebut2 sebagai Pulau Asmara (Pulau Sasaka). banyak cerita yang terdengar apa bila kita singgah kepulau tersebut dan mengelilingi batu cinta maka mereka akan mendapat kan cinta yang abadi.
Hal inilah yang mungkin menjadikan Batu Cinta dan Pulau Asmara menjadi daya tarik para wisatawan mengunjunginya, kebany
ak wisatawan yang mengunjunginya tempat ini adalah dari kalangan remaja, dikarenakan banyak yang percaya dengan cerita batu cinta tresebut, ada pun daya tarik selain cerita tersebut adalah keindahan situ, situ tersebut yang dikelilingi oleh kawasan hutan pinus dan perkebunan teh yang menjadikan daerah tersebut sejuk nan asri dan udara disana sangat segar. Pengunjung dapat menikmati keindahan panorama alam sekeliling danau dengan menggunakan speed boat, perahu dayung warna warni, sepeda air. Tempat ini menarik jika dijadikan alternatif liburan, seperti kemping bersama pasangan anda, keluarga besar, kerabat maupun kegiatan out-door lainnya.
Situ Patengan menyediakan fasilitas yang cukup lengkap, diantaranya adalah area parkir yang cukup luas, toilet, mushola, hingga rumah makan. Selain itu, bila kita membawa bekal sendiri, kita juga bisa menyewa tikar yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat sambil menikmati keindahan panorama Situ Patenggang dan juga bersantap siang.


Read More......